Sabtu, 26 Maret 2011

Renungan : Kasih Ibu Sepanjang Jaman

Published by mamah Aline at 17:59 under fiksi
karya mbak YSalma Hati Seorang Ibu

Rahasia di balik rahasia

“ Mas… mas… sudah gak kuat nih, bawa aku ke rumah sakit…!” teriakan Minuk memecah keheningan malam. Dibangunkannya sang suami yang lelap saat terasa kontraksi hebat di perut besarnya. Kesalnya memuncak, lelaki disampingnya tak kunjung membukakan mata.

“Mas, gimana sih…! Perutku sakit sekali, sepertinya mau melahirkan sekarang… bangun mas, cepatlah..!” erangnya lagi.

Sembari menggeliatkan raga yang terasa letih, Yus suami Minuk menyahut pelan, “Iya iya… tenang sedikit Ma, aku antar kamu ke rumah sakit sekarang.”

“ Telepon Ibu, suruh kemari. Dia harus menjaga Andi anak kita selama aku di rumah sakit. Lagipula kenapa ibu sakit-sakitan terus sih…!” sungut Minuk mengomentari soal Bu Anik.

Menyambar beberapa potong pakaian dan satu tas bayi, Minuk bergegas ke mobil menahan rasa mulas tak terelakkan. Tak lupa menghubungi adik-adiknya yang lain supaya menemuinya di rumah sakit.

***

“Tekanan darah pasien terus menurun Dok, grafiknya juga tak stabil. Apa perlu kita lakukan operasi untuk menyelamatkan bayi dan ibunya? Sudah sehari semalam pasien tak bisa mengejan, sudah ambil tindakan vacuum dan induksi tak bisa juga.”

“Sebaiknya kita bertindak cepat sebelum terlambat. Siapkan meja operasi dan hubungi keluarganya untuk minta persetujuan.” Dokter Wiro menyetujui pendapat asistennnya dan menyuruhnya membuat prosedur standar untuk penyelamatan pasien.

Suami Minuk mengangguk pasrah ketika dokter menyatakan operasi. Dia tak tahan melihat penderitaan istrinya yang terus mengerang dan melemah dan terakhir dokter mengabarkannya kona . Sesekali menerawang ke langit-langit ruang ICU, dia teringat isi telepon yang baru saja didengarnya.

“Mas Yus, aku tak bisa menemani mbak Minuk. Aku sendiri tak tahu harus kemana sekarang, rumahku disegel bank, seluruh perabot rumah dan mobil disita, hiks..hiks… aku ditipu rekan bisnisku mas …! Suamiku tak kunjung pulang dia takut didatangi distributor yang sudah menanamkan modalnya, sedangkan semua asset dan hartaku habis untuk menutupi utang, hiks!”

Itu tadi suara Yati diseberang telepon. Nada suaranya terdengar parau dan putus asa. Di tengah kecemasannya menanti kelahiran buah hati keduanya, kabar buruk lainnya datang dari adik iparnya itu. Bu Anik mertuanya tak bisa dihubunginya. Entah kenapa telepon genggam Tina tidak aktif, mengirim utusan ke rumah warung bu Anik pun nihil tak ada hasil. Rumah itu telah kosong ditinggal penghuninya……

Sebuah epilog, sepenggal kisah anak-anak manusia…

Dari balik terali besi, wajah kusut pria berbadan kekar itu dipenuhi luka lebam. Ingat, ya dia ingat sekali detik terakhir penangkapan dirinya di klub malam miliknya, saat ia hendak kabur ke luar menyadari dirinya berada dalam sergapan polisi. Tak sudi rasanya harus kehilangan harga diri dan kejayaannya sebagai pemilik klab malam paling bergengsi di kota itu, maka ia melakukan perlawanan. Tak ingin juga kejayaannya sebagai pemilik Bandar narkoba di kota itu dan limpahan uang sirna begitu saja.

“ Ini gara-gara si brewok sialan, dia yang membocorkan usaha ilegalku. Padahal aku hanya telat mengiriminya uang. Benar-benar pemeras licik dia! Hah.., ternyata kurirku pun sudah ditangkap! aku gak mau membusuk terlalu lama disini, aku harus cari jalan keluar…!” ceracaunya dalam hati.

Sudah seminggu dia mendekam disana, seminggu sudah pula dia tak berhasil mengontak kedua kakak perempuannya. Dalam kegalauan hatinya, masih sempat terpikir cara singkat membebaskan dirinya dari ancaman kurungan penjara. Hadi, nama lelaki itu begitu ciut nyali menyadari posisi dakwaan terhadap dirinya sebagai bukan hanya sebagai bandar narkoba tetapi juga prostitusi terselubung akan membawanya pada vonis penjara belasan tahun. Namun sekarang ia tidak berdaya…

***

Semilir angin sore, menebarkan wangi bunga kamboja ke pelosok pemakaman umum Sirnaraga. Suasana kelabu menaungi wajah dua perempuan yang tengah berdoa di sebuah nisan.

“ Minuk, Ibu tidak menyangka kamu pergi secepat ini. Ibu ikhlas, ibu maafkan kamu Nak. Walau hati ini masih terasa sakit, kasih sayang Ibu tak akan berkurang padamu. Sayang sekali saat melahirkan Ibu tak ada disampingmu” Isak wanita tua berbaju sederhana. Di dekatnya, perempuan muda bernama Tina mengelus pundak bibinya lembut.

“ Peristiwa demi peristiwa datang menghampiri mbak Minuk, mbak Yati dan mas Hadi pasti sudah digariskan Tuhan Bi. Kita harus menjalani dan menerimanya dengan tabah. Ada hikmah dari semua kemalangan yang menimpa Bi, buktinya mas Hadi sekarang banyak beribadah selama di penjara tidak seperti dulu lagi. Dan mbak Yati walaupun sekarang masih stress berat dengan kebangkrutannya masih bisa disembuhkan.”

” Kemarin kita jenguk Yati di RSJ, dia ingat Bibi ya kan… dia ternyata ingat Bibi dan meminta maaf, aku yakin dia menyadari kesalahannya sekarang.” Tina melanjutkan kata-katanya.

Bu Anik, ibu malang itu mengangguk pelan, tak terasa air mata jatuh dari pelupuk matanya. Ia ingat suaminya almarhum, teringat ketika membesarkan anak-anak mereka dengan kasih sayang. Lantas ingatannya melayang lagi pada saat dimana ia merasa diabaikan dan tak ada penghormatan. Dia hanya beban ketika anak-anaknya mencapai kejayaan.

Semilir wangi bunga kamboja masih tersisa lewat hembusan angin sepoi-sepoi di pekuburan itu. Jejak kaki telah berubah arah meninggalkan tempat itu. Di sisa hidup bu Anik, masih ada harapan untuk tetap bertahan hidup. Ia masih punya Tina, uang pensiun dan rumah sederhana di tempat baru mereka. Sepahit apapun jalan hidupnya, ia tetap berjuang hidup jauh dari kenyamanan. Tapi ia lega, anak bungsunya sudah bertaubat di penjara walaupun harus menjalani sisa hukuman yang cukup lama.

terilhami lagu IBU ciptaan dan dinyanyikan Iwan Fals, cerita diatas dibuat. seperti udara… kasih yang engkau berikan, tak sanggup ku membalas… ibu…ibu…
Ingin kudekat dan menangis di pangkuanmu, ingin aku tertidur bagai masa kecil dulu…
Dengan apa membalas… ibu… ibu…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar